Thursday, April 2, 2009

TEORI TERJADINYA TATA SURYA

Kita tak akan pernah mengetahui bagaimana penciptaan tata surya yang sebenarnya dan bagaimana prosesnya.Tapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan manusia,muncullah berbagai teori tentang terjadinya tata surya.Diantara teori tersebut adalah;


1.Teori Nebulae (Kant dan Leplace)

Immanuael Kant (1749-1827) seorang ahli filsafat Jerman membuat suatu hipotesis tentang terjadinya tata surya.Dikatakan olehnya bahwa di jagat raya terdapat gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan.Bagian tengah kabut itu lama-kelamaan berubah menjadi gumpalan gas yang kemudian menjadi matahari dan bagian kabut sekitarnya menjadi planet-planet dan satelitnya.

Pada waktu yang hampir bersamaan,secara kebetulan seorang Fisikawan berkebangsaan Perancis ,Pierre Simon de Leplace,mengemukakan teori yang hampir sama.Menurutnya,tata surya berasal dari kabut panas yang berpilin.Karena pilinannya itu berupa kabut yang membentuk bentukan bulat seperti bola yang besar.Makin mengecil bola itu,makin cepat pula pilinannya.Akibatnya bentuk bola itu memepat pada kutubnya dan melebar di bagian ekuatornya,bahkan sebagian massa gas di ekuatornya itu menjauh dari gumpalan intinya yang kemudian membentuk gelang-gelang dan berubah menjadi gumpalan padat.Itulah yang disebut planet-planet dan satelitnya.Sedangkan bagian inti kabut tetap berbentuk gas pijar yang kita lihat seperti sekarang ini.

Karena kemiripan antara teori Kant dan Leplace,maka Teori Nebulae atau Teori Kabut ini juga dikenal dengan Teori Kant dan Leplace.

2.Teori Awan Debu (van Weizsaecker)

Pada tahun 1940 seorang ahli astronomi Jerman bernama Carl von Weizsaeker mengembangkan suatu teori yang dikenal dengan Teori Awan Debu (The Dust-Cloud Theory).Teori ini kemudian disempurnakan lagi oleh Gerard P.Kuiper (1950),Subrahmanyan Chandrasekhar,dan lain-lain.

Teori ini mengemukakan bahwa tata surya terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu.Sekarang ini di alam semesta bertebaran gumpalan awan seperti itu.Lebih dari 5 milyar tahun yang lalu,salah satu gumpalan awan itu mengalami pemampatan.Pada proses pemampatan itu partikel-partikel debu tertarik ke bagian pusat awan itu,membentuk gumpalan bola dan mulai berpilin.Lama-kelamaan gumpalan gas itu memipih menyerupai bentuk cakram yang tebal di bagian tengah dan lebih tipis di bagian tepinya.

Partikel-partikel di bagian tengah cakram itu kemudian saling menekan,sehingga menimbulkan panas dan menjadi pijar.Bagian inilah yang disebut matahari.

Bagian yang lebih luar berpusing sangat cepat,sehingga terpecah-pecah menjadi banyak gumpalan gas dan debu yang lebih kecil.Gumpalan kecil ini juga berpilin.Bagian ini kemudian membeku dan menjadi planet-planet dan satelit-satelitnya.

3.Teori Planetesimal (Moulton dan Chamberlin)

Thomas C.Chamberlin (1843-1928),seorang ahli Geologi serta Forest R.Moulton (1872-1952) seorang ahli Astronomi,keduanya berasal dari Amerika Serikat.Teorinya dikenal sebagai Teori Planetesimal (Planet Kecil),karena planet terbentuk dari benda padat yang memang sudah ada.

Teori ini mengatakan,matahari telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang.Pada suatu masa,ada sebuah bintang berpapasan pada jarak yang tidak terlalu jauh.Akibatnya,terjadilah peristiwa pasang naik pada permukaan matahari maupun bintang itu.Sebagian dari massa matahari tertarik kearah bintang.

Pada waktu bintang itu menjauh,menurut Moulton dan Chamberlin,sebagian dari massa matahari itu jatuh kembali ke permukaan matahari dan sebagian lagi terhambur ke ruang angkasa sekitar matahari.Hal inilah yang dinamakan planetesimal yang kemudian menjadi planet-planet yang akan beredar pada orbitnya.

4.Teori Pasang-Surut (Jeans dan Jeffreys)

Teori ini dikemukakan oleh Sir James Jeans (1877-1946) dan Harold Jeffreys (1891),keduanya adalah ilmuwan Inggris.

Mereka melukiskan,bahwa setelah bintang itu berlalu,massa matahari yang lepas itu membentuk bentukan cerutu yang yang menjorok kearah bintang.Kemudian,akibat bintang yang makin menjauh,massa cerutu itu terputus-putus dan membentuk gumpalan gas di sekitar matahari.Gumpalan-gumpalan itulah yang kemudian membeku menjadi planet-planet.Teori ini menjelaskan,apa sebab planet-planet di bagian tengah,seperti Jupiter,Saturnus,Uranus,dan Neptunus merupakan planet raksasa,sedangkan di bagian ujungnya,Merkurius dan Venus di dekat matahari dan Pluto di ujung lain merupakan planet yang lebih kecil.

5.Teori Bintang Kembar

Teori ini hampir sama dengan teori planetesimal.Dahulu matahari mungkin merupakan bintang kembar,kemudian bintang yang satu meledak menjadi kepingan-kepingan.Karena ada pengaruh gaya gravitasi bintang,maka kepingan-kepingan yang lain bergerak mengitari bintang itu dan menjadi planet-planet.Sedangkan bintang yang tidak meledak menjadi matahari.



Read More......

Wednesday, April 1, 2009

TUGAS KULIAH PKLH

Buat makalah dengan tema masalah-masalah kependudukan seperti di bawah ini:

a. Kepadatan penduduk (kel I)
b. Kemiskinan (kel II)
c. Kesejahteraan (kel III)
d. Pendidikan (kel IV)
e. Persebaran Penduduk (kel V)
f. Pertumbuhan penduduk (kel VI)
g. Dinamika Penduduk (kel VII)
h. Dampak sosial kependudukan (kel VIII)
i. Perkembangan penduduk dunia (kel IX)
j. Prospek Kependudukan di Indonesia (Kel X)

Ketentuan makalah:
- diketik pada kertas A4
- font Times New Roman 12 pts
- spasi 1,5
- minimal 8 halaman

Dikumpulkan tanggal 8 April 2009 dalam bentuk Hardcopy (printout) dan Softcopy (file)


Terima kasih
Read More......

Teori belajar aktif Dave Meier

Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik. Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002), mengemukakan bahwa konsep guru mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid) menentukan sekali terhadap kegiatan belajar yang direncanakan dan dikelolanya. Meier mengkritik kecenderungan pendidikan di Barat yang memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan dalam kegiatan belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual amat ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat diutamakan. Peranan media cetak dalam belajar seperti buku sumber utama sangat ditekankan.

Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI – somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini beliau mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni:
1 – Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran
2 – Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
3 – Kerjasama membantu proses belajar.
4 – Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
5 – Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
6 – Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7 – Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Sekarang, marilah kita simak pokok-pokok pikiran Meier, bagaimana prinsip kegiatan belajar berdasarkan prinsip SAVI itu.
Pertama, belajar somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Apa sajakah yang dapat dilakukan? Jawabnya ialah:
* Membuat model dalam suatu proses.
* Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem
* Menciptakan bagan, diagram, piktogram.
* Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.
* Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakannya dan merefleksikannya.
* Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.
* Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain)
* Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang dipelajari.
* Mewawancarai orang di luar kelas.
* Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas.
Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam kegiatan?
* Membaca keras dari bahan sumber.
* Membaca paragraf dan memberikan maknanya.
* Membuat rekaman suara sendiri.
* Menceritakan buku yang dibaca.
* Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.
* Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.
* Bersama-sama membaca puisi, menyanyi.
Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan dalam pendekatan ini?
* Mengamati gambar dan memaknainya.
* Memperhatikan grafik atau membuatnya
* Melihat benda tiga dimensi.
* Menonton video, film.
* Kreasi piktogram
* Pengamatan lapangan
* Dekorasi warna-warni
Keempat, belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan masalah. Ada sejumlah kegiatan terkait dengan pendekatan ini, antara lain:
* Pemecahan masalah
* Menganalisis pengalaman, kasus
* Mengerjakan rencana strategis
* Melahirkan gagasan kreatif
* Mencari dan menjaring informasi
* Merumuskan pertanyaan
* Menciptakan model mental
* Menerapkan gagasan bagus pada pekerjaan.
* Menciptakan makna pribadi
* Meramalkan implikasi suatu gagasan.
Read More......

PEMANFAATAN MEDIA MASSA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH

A. Pendahuluan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disebut juga sebagai synthetic science, karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau diobservasi setelah fakta. Informasi faktual tentang kehidupan sosial atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi di masyarakat dapat ditemukan dalam liputan (exposure) media, karena media massa diyakini dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet-telah melalui suatu saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai kepentingannya (misalnya : untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan atau politik, pembentukan opini publik, hiburan hingga pendidikan).
Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa (Rakhmat, 1985 : 174). Bahkan dalam pembabakan sejarah umat manusia, McLuhan (1964) menyatakannya sebagai babak neo-tribal (sesudah babak tribal dan babak Gutenberg), yakni masa di mana alat-alat elektronis memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indera dalam komunikasi. Adapun Toffler (1981) menamakannya sebagai The Third Wave.
Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru termasuk guru IPS sebagai penyampai pesan/informasi. Ia tidak bisa lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswanya. Siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber-terutama dari media media massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi, atau bahkan dari internet.
Adalah tidak berlebihan kiranya apabila Splaine (Shaver, 1991 : 300-309) menyebutkan bahwa media massa sangat berpengaruh di dalam pendidikan IPS. Hal ini didasarkan pada berbagai temuan penelitian yang menyiratkan, antara lain :
1. Media massa, khususnya televisi, telah begitu memasyarakat;.
2. Media massa berpengaruh terhadap proses sosialisasi;
3. Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang berasal dari media massa daripada dari orang lain;
4. Para guru IPS perlu memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajarannya; dan
5. Para orang tua dan pendidik, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dapat meminimalisasikan pengaruh negatif media massa dan mengoptimalkan dampak positifnya.

Dari sini, maka dapatlah ditarik probematika sebagai berikut : Sudahkah guru-guru IPS memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajarannya secara efektif? dan Apakah para siswa sudah memanfaatkan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS? Tentu saja untuk menjawabnya diperlukan sebuah pembuktian empirik!.
Namun, terdapat sebuah “amanat yuridis-formal” yang sudah semestinya diimplementasikan secara praktis, yakni sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 35, yang menyatakan bahwa “Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar”; kemudian di dalam penjelasannya ditegaskan bahwa : Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik bilamana para tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan.

B. Pengertian IPS
Hingga saat ini, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hanyalah sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social sciences), maupun ilmu pendidikan (Somantri, 2001 : 89). Social Science Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS) menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”.

Pada tahun 1992, NCSS telah mendefinisikan IPS sebagai berikut :
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Bahwa secara garis besar dapat diartikan bahwa IPS atau ilmu sosial adalah pembelajaran yang integral antara ilmu-ilmu sosial dan kompetensi yang hendak dicapai. Di dalam ilmu sosial tersebut terdapat berbagai disiplin ilmu yang secara sistematis tergambarkan seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, ilmu politik, psikologi dan sosiologi.
Tujuan utama dari ilmu sosial adalah membantu seseorang untuk memberi pengetahuan dan alasan pengambilan keputusan untuk menjadi warga yang baik dalam hal budaya, demokrasi sosial di dalam dunia yang selalu berkembang.
Sementara itu berdasarkan hasil rumusan Forum Komunikasi II HISPIPSI di Yogyakarta (1991) dan menurut versi FPIPS dan Jurusan Pendidikan IPS, dapat diformulasikan pengertian IPS, seperti dapat dilihat di bawah ini.

• Pendidikan IPS untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila
• Pendidikan IPS untuk tingkat pendidikan tinggi
Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila. (Somantri, 2001 : 103).
Dengan demikian, maka untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, IPS diimplementasikan sebagai Social Studies dan untuk tingkat pendidikan tinggi sebagai Social Science Education.
Menurut Depdiknas (2004), IPS yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar mencakup bahan kajian lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, serta bahan kajian sejarah. Sedangkan untuk jenjang pendidikan menengah didasarkan pada bahan kajian pokok Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, Tata Negara, dan Sejarah.

C. Sumber Pembelajaran, Media Pendidikan, dan Sumber Pembelajaran IPS
Menurut Association for Educational Communications and Technology (AECT, 1977), sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sumber pembelajaran dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning resources by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; dan
2. Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar-salah satunya adalah media massa.
Media atau alat menjadi salah satu unsur yang sangat diperlukan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Lalu apakah yang dimaksud dengan media? Dalam arti yang luas media adalah setiap orang, bahan, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang mana memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap.(Joni, 1984:45). Dalam arti yang demikian maka seorang guru, buku-buku teks, lingkungan sekolah adalah media. Namun yang dimaksud media dalam makalah ini adalah alat yang mampu digunakan untuk menyajikan, memproses dan menjelaskan informasi visual atau verbal dan menjelaskan informasi visual. Setiap media adalah saranan untuk menuju kepada suatu kompetensi tertentu. Misalkan suatu peta tematik tentang kepadatan penduduk di suatu daerah, dengan melihat pada peta tersebut kita akan cepat mengetahui dan memahami keadaan yang sebenarnya (keadaan penduduk) pada daerah tersebut.
Ada beberapa cara menggolongkan jenis-jensi media. Salah satunya adalah penggolongan media yang dilakukan oleh Gerlach dan Ely (Raka Djoni, 1980). Menurut mereka media dibedakan menjadi delapan jenis, yaitu :

a. Benda sebenarnya
Yang menjadi kategori dalam media ini adalah orang, peristiwa, benda, dan demonstrasi. Media ini berbeda dengan jenis media lainnya karena benda sebenarnya bukan media pengganti untuk benda lain atau peristiwa sebenarnya terdapat banyak benda di sekitar kita yang dapat kita jadikan media untuk mencapai kompetensi. Tidak hanya benda yang memberikan pengalaman pertama, tetapi juga peristiwa atau proses tertentu. Demonstrasi dapat juga dijadikan sebagai media. Demonstrasi dapat dilakukan di sekolah (dalam kelas) atau pada saat karya wisata (luar kelas).

b. Penyajian verbal (verbal representation)
Yang menjadi bagian dalam kategori ini adalah bahan cetak, seperti buku teks dan buku kerja atau kata-kata yang diproyeksikan melalui slide, film transparansi atau filmstrip. Termasuk juga catatan di papan tulis, judul papan bulletin dan setiap bentuk kata tertulis.

c. Penyajian grafik
Dalam kategori ini adalah grafik, peta, diagaram, gambar yang dibuat dengan maksud untuk mengkomunikasikan ide. Penyajian grafik ini dapat dihumpai dalam buku teks, bahan display atau pemeran filmstrip overhead transparansi.

d. Gambar diam
Foto setiap benda atau peristiwa apapun merupakan contoh media yang masuk dalam kategori ini. Fotograph mungkin terlibat sebagai ilustrasi dalam teks book, sebagai bahan papan bulletin, slide dan transparansi.

e. Gambar bergerak
Gambar gerak/hidup atau rekaman video tape termasuk televise merupakan contoh media dalam jenis ini.

f. Rekam suara (audio recording)
Media ini dbuat pada pita magnetic atau pada piringan hitam atau pada jalur suara film. Salah satu jenis rekaman audiao yang terpenting adalah bahan verbal.

g. Program
Contoh dari jenis media ini adalah buku berprogama. Penyajian informasi dilakukan melalui salah satu media atau kombinasi media, seperti kata tercetak, slide, pita suara, dan gambar hidup.

h. Simulasi
Adalah tiruan situasi nyata yang telah dirancang mendekati situasi yang sebenarnya. Contohnya adalah permainan pendidikan yang mensimulasikan kondisi ekonomis atau geografis suatu wilayah. Hal ini diperlukan untuk mengambil keputusan secara aktif pada siswa.
Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajarannya (Hamalik, 1985 : 23).
Sebagai sumber pembelajaran IPS, media pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPS. Pelajaran IPS yang demikian kompleks karena integrasi dari berbagai disiplin ilmu memerlukan sesuatu yang baru (media) dalam menyampaikan materinya. Diversifikasi aplikasi media atau multi media, sangat direkomendasikan dalam proses pembelajaran IPS, misalnya melalui : pengalaman langsung siswa di lingkungan masyarakat; dramatisasi; pameran dan kumpulan benda-benda; televisi dan film; radio recording; gambar; foto dalam berbagai ukuran yang sesuai bagi pembelajaran IPS; grafik, bagan, chart, skema, peta; majalah, surat kabar, buletin, folder, pamflet dan karikatur; perpustakaan, learning resources, laboratorium IPS; serta ceramah, tanya jawab, cerita lisan, dan sejenisnya.

E. Pemanfaatan Media Massa sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian “dapat” di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting ialah “The communicator is a social organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spatially separated”). Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet).
Media massa dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran IPS, karena media massa pada hakekatnya merupakan representasi audio-visual masyarakat itu sendiri. Sehingga fenemona faktual yang terjadi di masyarakat, dapat secara langsung (live) diliput dan ditayangkan media massa (melalui siaran televisi atau radio, misalnya). Pemanfaatan media massa artinya penggunaan berbagai bentuk media massa, baik cetak maupun elektronik untuk tujuan tertentu-yang dalam kajian ini disebut sebagai sumber pembelajaran IPS.
Guru dapat memanfaatkan atau memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS secara optimal dan efektif sehingga dapat menunjang keberhasilan pembelajaran IPS melalui tiga cara, yaitu :
1. media massa dapat memperbaiki bagian konten dari kurikulum IPS;
2. media massa dapat dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS; dan
3. media massa dapat digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial, khususnya di dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial. (Clark, 1965 : 46-54).
Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS di tingkat persekolahan, maka menurut Rakhmat (1985 : 216-258), terdapat paling tidak empat buah efek pemanfatan media massa, yaitu :
1. Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara fisik;
2. Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi siswa;
3. Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci siswa; dan
4. Efek behavioral, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang mencakup pola-pola tindakan kegiatan, atau kebiasaan berperilaku siswa.


F. Penutup
Di masyarakat atau di lingkungan banyak hal yang dapat digunakan media dalam pembelajaran. Baik itu media elektronik, maupun media cetak. Namun demikian sampai saat ini baru sedikit para pengajar di tingkat sekolah lanjutan maupun perguruan tinggi yang memanfaatkannya. Bukannya tidak mampu tapi mereka belum mau menggunakannya dan tidak tahu bagaimana cara menggunakannya.
Media massa adalah sesuatu yang sangat berpengaruh di dalam pembelajaran IPS. Kemudian, berdasarkan kajian empirik, ternyata : para siswa di tingkat persekolahan yang memanfaatkan media massa sebagai sumber pembelajarannya cenderung lebih baik hasil belajar IPS-nya daripada yang tidak memanfaatkannya.
Berdasarkan kajian teoretik, ternyata kelemahan kadar pembelajaran IPS selama ini terletak pada, : teacher centered, cenderung naratif/ekspositori, dan kurang mengoptimalkan sumber pembelajaran (baik by design maupun by utilization).
Dengan rekomendasi hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dengan media massa hasil pembelajaran lebih berhasil, maka sekiranya perlu diupayakan agar penggunaan media massa dalam proses PBM lebih diefektifkan.














DAFTAR PUSTAKA

Arief Achmad. 2004. Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran IPS. Bandung

Clark, L.H. 1965, Social Studies and Mass Media. Plainfield, N.J. : New Jersey Secondary School Teachers Association).

Hamalik, Oemar. 1982. Media Pendidikan. Bandung : Alumni.

NCSS. 2002. Strategies for Integrating Media Literacy Into the Social Studies Curriculum. [Online]. Tersedia : http://www.mediad.org/studyguides/ Strategies for Integrating Media Literacy/html. [06 Januari 2006].

NCSS. 2003. Curriculum Standard for the Social Studies. [Online]. Tersedia : http://www.ncss.org/. [06 Januari 2006].

Raka Djoni. 1980. Pengembangan Kurikulum. Jakarta:P3G
Rakhmat, J. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung : CV. Remadja Karya.
Rumampuk, D.B. 1988. Media Instruksional IPS. Jakarta : P2LPTK-Ditjen Dikti Depdikbud.
Somantri, M.N. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : PPS-UPI dan PT. Remadja Rosda Karya.

Suharyono, dkk. 1990. Strategi Belajar Mengajar I. Semarang:IKIP Semarang Press

Tandowidjojo, JVS. 1985. Media Massa dan Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius. Read More......

PEMILIHAN (PENGGUNAAN) METODE DAN MEDIA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI *

Saat ini masih banyak guru-guru di sekolah yang menggunakan metode lama (konvensional) untuk menyampaikan informasi (mengajar) kepada siswa, seperti ceramah dan penugasan. Seorang guru kadang kurang berani untuk berkreatif dalam mengajar. Namun dengan adanya perubahan kurikulum, dari kurikulum 1994 ke kurikulum 2004 (berbasis kompetensi) maka dituntut kekreatifan seorang guru dalam mengajar. Kurikulum 2004 bertujuan agar siswa mencapai kompetensi dengan memanfaatkan lingkungan sebagai bahan ajar, selain itu memberi bekal akademik dan memecahkan masalah secara wajar dan menjalani hidup secara bermartabat. Ini artinya siswa tidak hanya tahu (konseptual) terhadap apa yang dipelajari tetapi juga mengerti, memahami dan juga mengaplikasikan pengetahuan yang sudah didapatkan (kontekstual). Di sini peran guru sangat penting walaupun pembelajaran berpusat pada siswa. Seorang guru harus pandai memilih metode dalam pengajaran karena apabila tidak maka pelajaran geografi akan terasa sangat membosankan dan kurang menarik bagi siswa. Akibatnya pelajaran geografi dianggap sebagai pelajaran nomor dua.
Selain menggunakan metode pengajaran yang tepat juga harus memperhatikan media yang digunakan. Keberadaan media dapat menarik perhatian siswa dan siswa bisa lebih konsentrasi dalam belajar. Banyak sumber media yang dapat digunakan untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Namun demikian, kita harus pandai dalam memilih bentuk atau jenis media-media pembelajaran yang ada. Dengan memperhatikan lima hal yaitu kecocokan, tingkat kesulitan, biaya, ketersediaan, dan mutu teknis maka kita dapat memilih media yang dapat menunjang untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah kita tetapkan.
Geografi sebagai ilmu yang mengkaji tentang aspek ruang dan tempat pada berbagai skala di muka bumi memerlukan media pembelajaran yang sangat beragam. Artinya untuk dapat mencapai suatu kompetensi yang dinginkan perlu menerapkan berbagai metode dan media atau bahkan mengkolaborasikan metode-metode dan media yang ada. Banyak metode dan media yang dapat digunakanuntuk pembelajaran geografi, antara lain metode simulasi, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode karya wisata atau metode diskusi, sedangkan untuk media dapat berupa media benda sebenarnya (lingkungan, peristiwa), gambar mati, gambar hidup, audio, dan sebagainya. Dengan pemilihan metode dan media pembelajaran yang tepat maka kompetensi yang hendak atau akan dicapai dapat dipenuhi. Apabila kompetensi dapat dicapai maka diharapkan siswa akan mengalami perubahan, dalam pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya terhadap lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Itu adalah hasil akhir yang akan dicapai dalam proses belajar mengajar di sekolah sesuai dengan kompetensi yang ada dalam kurikulum. Read More......